Dr Adi Setia
BIODATA
Peneliti Worldview of Islam Research Academy (WIRA) Malaysia
Kejayaan umat
Islam di bidang ilmu pengetahuan dan sains pada abad ke-9 hingga abad ke-14 M
merupakan fakta yang tak bisa dipungkuri. Penemuan-penemuan yang menakjubkan
dan karya-karya yang membuka cakrawala dunia sains dari para ilmuwan Islam
zaman dulu, diakui atau tidak, banyak yang diadopsi oleh para ilmuwan Barat.
Namun sayang,
masyarakat lebih familier dengan para Ilmuwan Barat daripada para Ilmuwan
Muslim. Karya-karya fenomenal ilmuwan Muslim hanya menjadi gambaran romantisme
sejarah dan umat Islam saat ini belum menemukan momentumnya untuk menjadikan
diri mereka pemimpin peradaban seperti abad-abad yang lampau.
Di sisi lain,
umat Islam saat ini hanya bisa disuguhi karya-karya Barat yang cenderung
sekuler dan jauh dari spritualitas manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Pertanyaannya, mengapa tongkat estafet peradaban Islam beralih ke Barat? Apa saja penyebabnnya? Lalu apa langkah
untuk mengembalikan kejayaan perabadan Islam? Kira-kira butuh berapa tahun atau
abad untuk mewujudkan kembali kejayaan ilmu sains Islam? Untuk membahas semua itu, wartawan Majalah Gontor, Ahmad
Muhajir dan Fathuroji mewawancarai Dr Adi Setia. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana perkembangan sains saat ini?
Dunia sains
kita hari ini terlalu tunduk kepada kerangka pemikiran sains Barat dalam semua
bidang. Sebenarnya setiap tamadun (peradaban) memiliki kerangka
pemikiran dan pengamalan sainsnya sendiri. Dan kita harus mencocokkan sains
menurut sistem nilai tamadun kita sendiri yaitu sains Islam.
Apakah Anda melihat sains saat ini sudah keluar
dari nilai-nilai Islam?
Sains dalam
Islam harus menuju kepada sikap bersyukur kepada nikmat Allah, dan mengenali
kebesaran-Nya. Sains Barat jelas jauh dari tujuan luhur itu.
Adakah perbedaan antara sains-sains yang ditemukan
di zaman modern dengan penemuan sains tempo dulu pada masa zaman keemasan
Islam?
Sains zaman
keemasan Islam menjadi alat yang memudahkan bagi manusia untuk menyembah Allah
dan memakmurkan bumi, dan bukan malah merusak bumi. Maka dari segi itu, sains
Islam memang sangat terikat dengan Maqasid Shari’ah. Sebaliknya, sains
modern kini terlalu terikat dengan kepentingan ekonomi dan korporasi besar
meskipun menjelaskan kepentingan awam.
Tak heran,
jika para lulusan sains banyak yang berkerja untuk perusahaan-perusahaan besar
di negara-negara besar, dan kita sangat kekurangan lulusan yang sanggup bekerja
meningkatkan kemakmuran masyarakat kita sendiri.
Apa kontribusi Islam
dalam perkembangan sains di dunia ini?
Sebenarnya
kontribusi dan jasa sains Islam kepada perkembangan sains Barat dan sains dunia
cukup besar dan luas. Hakikat sejarah ini jelas dalam pelbagai bidang, termasuk
matematika, fisika, pertanian, astronomi, kedokteran, dan lain sebagainya.
Hanya baru sekarang ini diakui dan diketahui secara sepatutnya.
Peradaban beralih ke
Barat, bagaimana pendapat Anda?
Peradaban merujuk kepada
masyarakat, budaya dan tamadun yang ber-adab, bermoral dan beretika
tinggi. Bila umat Islam hilang peradaban akibat penjajahan politik, ekonomi dan
intelektual yang berabad lamanya, apa yang beralih ke Barat bukan peradaban,
tetapi sebetulnya per-biadab-an!
Mengapa peradaban beralih ke Barat? Apa
penyebabnya?
Kita
kehilangan budaya beradab maka yang berlaku di Barat ialah nilai-nilai biadab
yang diagungkan, itulah sebabnya. Tapi kita masih beranggapan bahwa di Barat
ada adab. Kita terpesona oleh peradaban yang dibangun oleh Barat sehingga umat
Islam pergi ke sana untuk belajar ilmu-ilmu mereka dan membawa kembali
ilmu-ilmu itu ke tanah air kita. Padahal secara tidak langsung kita telah ikut
menularkan sikap kebiadaban mereka—biadab terhadap nilai akhlak dan biadab
kepada lingkungan, yang kita sangka sebagai peradaban yang baik dari Barat!
Negara-negara Islam hanya bisa mengenang kejayaan Islam
atas peradaban yang dibangunnya. Apa langkah untuk mengembalikan kejayaan Islam
dengan peradabannya?
Kita semua
bisa merenungkan kembali sejarah silam dan meneliti sebab-sebab yang membuat
umat Islam berhasil meraih kejayaan di masa yang lalu. Selain itu kita juga
bisa mempelajari sebab-sebab yang meruntuhkan kita pada masa ini. Dari sana
kita bisa mengambil ’ibrah untuk merumuskan kembali strategi intelektual
jangka panjang yang mantap demi membangun peradaban yang mulia dan modern.
Dulu, beberapa ilmuwan Muslim yang sukses berhasil
karena ada dukungan dari pihak kerajaan, apakah faktor politis bisa
mempengaruhi perkembangan peradaban?
Tidak semua ilmuwan mendapat
sokongan khusus dari kerajaan. Banyak juga yang kerja sendirian kerana ada
institusi wakaf yang membiayai mereka. Ibn Haytham bekerja sendirian mengkaji
cahaya tanpa dukungan kerajaan. Sebenarnya bukan faktor politik yang penting;
itu datang kemudian. Yang datang dulu ialah kesadaran masyarakat mau mengkaji
kembali sains Islam untuk memenuhi keperluan mereka, bukan untuk kepentingan
kelompok-kelompok tertentu.
Bagaimana Anda melihat dukungan politis terhadap
ilmuwan Muslim di negara-negara Islam saat ini?
Saat ini
lebih baik masyarakat memikirkan bagaimana bisa mendirikan dan mengelola institusi
wakaf untuk mendukung ilmuwan Islam tanpa berkompromi dengan kehendak
Pemerintah yang kini banyak ikut mengatur dan menguasai.
Apa yang harus dibangun untuk membangkitkan
semangat belajar umat Islam dalam pengembangan sains?
Silabus dan
kurikulum sejarah dan falsafah sains Islam perlu dikembangkan untuk diajarkan
sekurang-kurangnya mulai sekolah menengah sehingga tingkat sarjana muda di
universitas.
Bagaimana Anda melihat peran lembaga pendidikan
Islam dalam pengembangan sains?
Lembaga
pendidikan Islam terlebih dahulu mesti jelas mengenai pengertian sains dalam
Islam sebelum membuat dasar-dasar pendidikan sains.
Bila melihat Indonesia, apa Anda berpendapat
terkait lembaga pendidikan Islam di Indonesia?
Sudah pasti lembaga pendidikan
Islam di Indonesia perlu kembangkan mata pelajaran sejarah sains Islam,
falsafah sains Islam serta mata pelajaran Kalam dan Sains.
Kira-kira butuh berapa tahun atau abad untuk
mewujudkan kembali kejayaan Islam dengan ilmu sains?
Kalau kita mulai dari sekarang
dengan sungguh-sungguh, dengan visi dan misi yang jelas, kita perlukan
sekurang-kurangnya satu generasi, atau 25 tahun, Insya Allah!
Namun sebenarnya warisan dari
leluhur kita dari Melayu-Islam Nusantara cukup banyak sekali. Di antaranya
warisan pemikiran matematik yang mencakup bidang ilmu falak, perkalian,
pembagian harta waris dan lain sebagainya. Salah satu tokoh Arab-Melayu yang
memiliki karya matematika itu adalah Syaikh Ahmad Khatib bin ‘Abdul Latif
al-Minangkabawi (sekitar 1890--1900) yang bertajuk ‘Alam al-Hussab fi ‘Ilm
al-Hisab (Ahli ilmu Hitung).
Dengan mempelajari karya-karya besar ini kita bisa
memperkaya wawasan khazanah ilmu pengetahuan matematika Islam. Saya yakin akan
banyak permasalahan yang bisa ditemukan dari karya itu dan bisa dikembangkan
lebih besar. Karena belum tentu orang-orang Barat bisa membongkar rahasia karya
ulama Islam yang mereka pelajari sehingga suatu ketika nanti kita bisa
mengalahkan peradaban mereka.
****
Dr
Adi Setia
Dr Adi Setia adalah salah seorang
tokoh akademisi di Malaysia yang konsen terhadap pemikiran dan perkembangan
peradaban Islam dunia. Saat ini ia menjadi dosen dan asisten
profesor sejarah dan filsafat ilmu di Departemen Studi
Umum, International Islamic University Malaysia (IIUM), asosiasi penelitian rekan di
Institut Penelitian Matematika Indonesia (INSPEM), komite eksekutif anggota Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI),
Senior Fellow di pendiri
Aliansi Intelektual Muslim (HAKIM), dan Koordinator pendiri & anggota Mu’amalah
Research Group (MRU) dari
IIUM.
Ia juga pernah menjadi peneliti di Institut Internasional
Pemikiran Islam dan Peradaban
(ISTAC) dari 1996 sampai 2004 dibawah pimpinan Prof Dr Syed Muhammad Naquib al-Attas. Sebelum memulai pekerjaan akademis formal ia telah menghabiskan beberapa tahun belajar di madrasah
Islam tradisional (pondok) dari Kedah, Patani dan Kelantan, di bawah
bimbingan Tuan Guru Haji Umar Zuhdi Madrasah Misbahul
Falah, Baling, Kedah,
dan Tuan Guru Haji Hashim Abu Bakar Madrasah
diniyyah Bakriyyah, Pasir Tumboh, Kelantan.
Pria
yang menjadi pendiri Worldview of Islam
Research Academy (WIRA) ini
tengah menggeluti penelitian dalam bidang sejarah dan filsafat ilmu, Ilmu Islam, Ekonomi
Islam dan Islamisasi ilmu-ilmu alam dan sosial. Hal ini tidak
terlepas dari kerangka konseptual yang
diuraikan Professor al-Attas dalam karyanya Awal Pikiran
pada Filsafat Islam Sains (Kuala Lumpur
: ASASI, 1981) dan Islam dan Filsafat
Ilmu (Kuala Lumpur: ISTAC, 1989).
0 comments
Post a Comment