Monday, December 2, 2013

Butuh 25 Tahun Mewujudkan Kembali Kejayaan Sains Islam

Dr Adi Setia
Peneliti Worldview of Islam Research Academy (WIRA) Malaysia
vKejayaan umat Islam di bidang ilmu pengetahu­an dan sains pada abad ke-9 hingga abad ke-14 M merupakan fakta yang tak bisa dipungkuri. Penemuan-penemuan yang menakjubkan dan karya-karya yang membuka cakrawala dunia sains dari para ilmuwan Islam zaman dulu, diakui atau tidak, ba­nyak yang diadopsi oleh para ilmuwan Barat.
Namun sayang, masyarakat lebih familier dengan para Ilmuwan Barat daripada para Ilmuwan Muslim. Karya-karya fenomenal ilmuwan Muslim hanya menjadi gambaran ro­mantisme sejarah dan umat Islam saat ini belum menemukan momentumnya untuk menjadikan diri mereka pemimpin peradaban seperti abad-abad yang lampau.
Di sisi lain, umat Islam saat ini hanya bisa disuguhi karya-karya Barat yang cenderung sekuler dan jauh dari spritualitas manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pertanyaannya, mengapa tongkat estafet peradaban Islam beralih ke Barat? Apa saja penyebabnnya? Lalu apa langkah untuk mengembalikan kejayaan perabadan Islam? Kira-kira butuh berapa tahun atau abad untuk mewujudkan kembali kejayaan ilmu sains Islam? Untuk membahas semua itu, wartawan Majalah Gontor, Ahmad Muhajir dan Fathuroji mewawancarai Dr Adi Setia. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana perkembangan sains saat ini?
Dunia sains kita hari ini terlalu tunduk kepada kerangka pemikiran sains Barat dalam semua bidang. Sebenarnya setiap tamadun (peradaban) memiliki kerangka pemikiran dan pengamalan sainsnya sendiri. Dan kita harus mencocokkan sains menurut sistem nilai tamadun kita sendiri yaitu sains Islam.

Apakah Anda melihat sains saat ini sudah keluar dari nilai-nilai Islam?
Sains dalam Islam harus menuju kepada sikap bersyukur kepada nikmat Allah, dan mengenali kebesaran-Nya. Sains Barat jelas jauh dari tujuan luhur itu. 

Adakah perbedaan antara sains-sains yang ditemukan di zaman modern dengan penemuan sains tempo dulu pada masa zaman keemasan Islam?
Sains zaman keemasan Islam menjadi alat yang memudahkan bagi manusia untuk menyembah Allah dan memakmurkan bumi, dan bukan malah merusak bumi. Maka dari segi itu, sains Islam memang sangat terikat dengan Maqasid Shari’ah. Sebaliknya, sains modern kini terlalu terikat dengan kepentingan ekonomi dan korporasi besar meskipun menjelaskan kepentingan awam.
Tak heran, jika para lulusan sains banyak yang berkerja untuk perusahaan-perusahaan besar di negara-negara besar, dan kita sangat kekurangan lulusan yang sanggup bekerja meningkatkan kemakmuran masyarakat kita sendiri.

Apa kontribusi Islam dalam perkembangan sains di dunia ini?
Sebenarnya kontribusi dan jasa sains Islam kepada perkembangan sains Barat dan sains dunia cukup besar dan luas. Hakikat sejarah ini jelas dalam pelbagai bidang, termasuk matematika, fisika, pertanian, astronomi, kedokteran, dan lain sebagainya. Hanya baru sekarang ini diakui dan diketahui secara sepatutnya.

Peradaban beralih ke Barat, bagaimana pendapat Anda?
Peradaban merujuk kepada masyarakat, budaya dan tamadun yang ber-adab, bermoral dan beretika tinggi. Bila umat Islam hilang peradaban akibat penjajahan politik, ekonomi dan intelektual yang berabad lamanya, apa yang beralih ke Barat bukan peradaban, tetapi sebetulnya per-biadab-an!

Mengapa peradaban beralih ke Barat? Apa penyebabnya?
Kita kehilangan budaya beradab maka yang berlaku di Barat ialah nilai-nilai biadab yang diagungkan, itulah sebabnya. Tapi kita masih beranggapan bahwa di Barat ada adab. Kita terpesona oleh peradaban yang dibangun oleh Barat sehingga umat Islam pergi ke sana untuk belajar ilmu-ilmu mereka dan membawa kembali ilmu-ilmu itu ke tanah air kita. Padahal secara tidak langsung kita telah ikut menularkan sikap kebiadaban mereka—biadab terhadap nilai akhlak dan biadab kepada lingkungan, yang kita sangka sebagai peradaban yang baik dari Barat!

Negara-negara Islam hanya bisa mengenang kejayaan Islam atas peradaban yang dibangunnya. Apa langkah untuk mengembalikan kejayaan Islam dengan peradabannya?
Kita semua bisa merenungkan kembali sejarah silam dan meneliti sebab-sebab yang membuat umat Islam berhasil meraih kejayaan di masa yang lalu. Selain itu kita juga bisa mempelajari sebab-sebab yang meruntuhkan kita pada masa ini. Dari sana kita bisa mengambil ’ibrah untuk merumuskan kembali strategi intelektual jangka panjang yang mantap demi membangun peradaban yang mulia dan modern.

Dulu, beberapa ilmuwan Muslim yang sukses berhasil karena ada dukungan dari pihak kerajaan, apakah faktor politis bisa mempengaruhi perkembangan peradaban?
Tidak semua ilmuwan mendapat sokongan khusus dari kerajaan. Banyak juga yang kerja sendirian kerana ada institusi wakaf yang membiayai mereka. Ibn Haytham bekerja sendirian mengkaji cahaya tanpa dukungan kerajaan. Sebenarnya bukan faktor politik yang penting; itu datang kemudian. Yang datang dulu ialah kesadaran masyarakat mau mengkaji kembali sains Islam untuk memenuhi keperluan mereka, bukan untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu.

Bagaimana Anda melihat dukungan politis terhadap ilmuwan Muslim di negara-negara Islam saat ini?
Saat ini lebih baik masyarakat memikirkan bagaimana bisa mendirikan dan mengelola institusi wakaf untuk mendukung ilmuwan Islam tanpa berkompromi dengan kehendak Pemerintah yang kini banyak ikut mengatur dan menguasai.

Apa yang harus dibangun untuk membangkitkan semangat belajar umat Islam dalam pengembangan sains?
Silabus dan kurikulum sejarah dan falsafah sains Islam perlu dikembangkan untuk diajarkan sekurang-kurangnya mulai sekolah menengah sehingga tingkat sarjana muda di universitas.

Bagaimana Anda melihat peran lembaga pendidikan Islam dalam pengembangan sains?
Lembaga pendidikan Islam terlebih dahulu mesti jelas mengenai pengertian sains dalam Islam sebelum membuat dasar-dasar pendidikan sains.

Bila melihat Indonesia, apa Anda berpendapat terkait lembaga pendidikan Islam di Indonesia?
Sudah pasti lembaga pendidikan Islam di Indonesia perlu kembangkan mata pelajaran sejarah sains Islam, falsafah sains Islam serta mata pelajaran Kalam dan Sains.

Kira-kira butuh berapa tahun atau abad untuk mewujudkan kembali kejayaan Islam dengan ilmu sains?
Kalau kita mulai dari sekarang dengan sungguh-sungguh, dengan visi dan misi yang jelas, kita perlukan sekurang-kurangnya satu generasi, atau 25 tahun, Insya Allah!
Namun sebenarnya warisan dari leluhur kita dari Melayu-Islam Nusantara cukup banyak sekali. Di antaranya warisan pemikiran matematik yang mencakup bidang ilmu falak, perkalian, pembagian harta waris dan lain sebagainya. Salah satu tokoh Arab-Melayu yang memiliki karya matematika itu adalah Syaikh Ahmad Khatib bin ‘Abdul Latif al-Minangkabawi (sekitar 1890--1900) yang bertajuk ‘Alam al-Hussab fi ‘Ilm al-Hisab (Ahli ilmu Hitung).
Dengan mempelajari karya-karya besar ini kita bisa memperkaya wawasan khazanah ilmu pengetahuan matematika Islam. Saya yakin akan banyak permasalahan yang bisa ditemukan dari karya itu dan bisa dikembangkan lebih besar. Karena belum tentu orang-orang Barat bisa membongkar rahasia karya ulama Islam yang mereka pelajari sehingga suatu ketika nanti kita bisa mengalahkan peradaban mereka.
****

BIODATA
Dr Adi Setia
Dr Adi Setia adalah salah seorang tokoh akademisi di Malaysia yang konsen terhadap pemikiran dan per­kembangan peradaban Islam dunia. Saat ini ia menjadi dosen dan asisten profesor sejarah dan filsafat ilmu di Departemen Studi Umum, International Islamic University Malaysia (IIUM), asosiasi penelitian rekan di Institut Penelitian Matematika Indonesia (INSPEM), komite eksekutif anggota Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI), Senior Fellow di pendiri Aliansi Intelektual Muslim (HAKIM), dan Koordinator pendiri & anggota Mu’amalah Research Group (MRU) dari IIUM.
Ia juga pernah menjadi peneliti di Institut Internasional Pemikiran Islam dan Peradaban (ISTAC) dari 1996 sampai 2004 dibawah pimpinan Prof Dr Syed Muhammad Naquib al-Attas. Sebelum memulai pekerjaan akademis formal ia telah menghabiskan beberapa tahun belajar di madrasah Islam tra­disional (pondok) dari Kedah, Patani dan Kelantan, di bawah bimbingan Tuan Guru Haji Umar Zuhdi Madrasah Misbahul Falah, Baling, Kedah, dan Tuan Guru Haji Hashim Abu Bakar Madrasah diniyyah Bakriyyah, Pasir Tumboh, Kelantan.
Pria yang menjadi pendiri Worldview of Islam Re­search Academy (WIRA) ini tengah menggeluti penelitian dalam bidang sejarah dan filsafat ilmu, Ilmu Islam, Ekonomi Islam dan Islamisasi ilmu-ilmu alam dan sosial. Hal ini tidak terlepas dari kerangka konseptual yang diuraikan Professor al-Attas dalam karyanya  Awal Pikiran pada Filsafat Islam Sains (Kuala Lumpur : ASASI, 1981) dan Islam dan Filsafat Ilmu (Kuala Lumpur: ISTAC, 1989).

0 comments

Post a Comment